Sigit Rahmanto
Abstraksi
Zaman perundagian adalah zaman di
mana manusia sudah mengenal pengolahan logam. Hasil-hasil kebudayaan yang
dihasilkan terbuat dari bahan logam. Adanya penggunaan logam, tidaklah berarti
hilangnya penggunaan barang-barang dari batu. Penggunaan bahan dari logam tidak
begitu tersebar luas sebagaimana halnya bahan dari batu. Persediaan logam
sangat terbatas. Hanya orang-orang tertentu yang memiliki barang-barang dari
logam. Kemungkinan hanya orang-orang yang mampu membeli bahan-bahan tersebut.
Keterbatasan persediaan tersebut memungkinkan barang-barang dari logam
diperjualbelikan. Adanya perdagangan tersebut dapat diperkirakan bahwa manusia
pada zaman perundagian telah mengadakan hubungan dengan luar.
.
Penduduk
Sisa-sisa Manusia
Pada masa kini manusia di Indonesia dapat kita
ketahui dari berbagai penemuan sisa-sisa rangka dari berbagai tempat. Di
antaranya adalah penemuan dari Anyer Lor (Jawa Barat), Puger (Jawa Timur),
Gilimanuk (Bali), dan Melolo (Sumba), bagian-bagian rangka yang banyak
jumlahnya atau sisa budaya yang di temukan bersamanya. Rangka Anyer
Lor dalam tempayan tahun 1954, adalah laki-laki dengan rahang bawah yang tegap
dengan gigi-gigi yang masih ada. Penemuan rangka yang berusia dua puluh tahunan
dengan rahang dan gigi-gigi yang memperlihatkan ciri-ciri yang sama.
Pada rangka ini unsur Austrolomelanesid masih
terlihat. Temuan Gilimanuk meliputi lebih dari 100 buah rangka. Pada penemuan
ini ciri mongoloid mulai banyak menampakkan diri pada muka dan giginya. Dalam
kumpulan ini terdapat rangka anak-anak maupun orang tua. Dari Melolo, Sumbawa
Timur ditemukan banyak tengkorak, tetapi hanya 17 tengkoak yang masih bisa
diselidiki dengan baik. Tengkorak tersebut kabanyakan berbentuk lonjong, rahang
bawah tebal, tetapi tidak terlalu besar. Selain rangka tersebut terdapat pula
sisa-sisa manusia di tempat lain seperti Buni (Jawa Barat). Sangiran, Plawangan
dan Gunung Wingko (Jawa Tangah). Muncar, Pacitan dan Jembar (Jawa Timur). Ulu
Leang, Bada, Nupu, Besoa, Paso, dan Sangihe (Sulawsi). Palindi, Melolo, dan
Lumbanampu (Sumba). Gua Alo dan Liang Bua (Flores). Lewoleba (Lembata). Ubai
Bobo dan Gilioe (Timor). Semuanya memperlihatkan ciri-ciri Austrolomelanesid
dan Mongoloid dalam perbandingan yang berbeda-beda.
Populasi Lokal
Pada masa perundagian perkembangan perkampungan
sudah mulai besar. Dengan ber-satunya beberapa kampung akan terbentuk desa-desa
besar tempat orang-orang di daerah pertanian di sekitarnya melakukan
perdagangan. Dengan begini kelompok penduduk akan semakin bertambah. Kebanyakan
penemuan sisa-sisa manusia bayak ditemukan di daerah sekitar pantai.
Perpindahan penduduk atau pelayaran pada masa ini lebih banyak terjadi dari
pada masa bercocok tanam. Pembauran antara populasi-populasi lokal pun semakin
banyak terjadi sehingga peradaban-peradaban asli mereka makin banyak berkurang,
meskpun daerahnya terletak saling berjauhan.
Kapadatan penduduk semakin meningkat sedikit demi
sedikit sampai 20 per km2. Jumlah orang yang mencapai usia trua semakin banyak
dan kebanyakan di antara mereka adalah laki-laki. Di Gilimanuk misalnya,
kematian anak-anak masih tinggi. Umur harapan waktu lahir hanya 15,8 tahun, dan
pada usia 50 tahun 7,5 tahun. Angka kematian adalah 63,4 per
1000 tahun.
Tetapi cara-cara lain seperti pengguguran, larangan kawin bagi janda, dan
pantang seks pada keadaan waktu tertentu mungkin sudah di jalankan.
Kemahiran membuat alat
Benda-benda perunggu
Kebudayaan perunggu yang masuk di indonesia itu
hanya kebudayaan perunggu bagian yang terakhir saja. Buktinya di Indonesia
hanya terdapat kapak perunggu bentuk kapak sepatu saja. Kapak-kapak perunggu
yang tertua,bentuknya masih meniru bentuk kapak batu. Kapak itu ditusukkan
kedalam kayu tangkainya atau diikatkan padanya. Lambat laun bentuknya berubah
dan akhirnya disebut Kapak sepatu (Tullenaxt, hache a doouille). Kapak dengan
bentuk sepatu itu pemasangan tangkainya dimasukkan kedalam kapak.hanya kapak
perunggu dengan bentuk yang termuda ini (j.i.kapak sepatu) terdapat di
indonesia. Jadi hanya kebudayaan perunggu yang masuk di indonesia.
Nekara Di Indonesia
Nekaraadalah semacam berumbung
dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atasnya tertutup
,jadi dapatlah di kira-kira disamakan dengan dandang ditelungkupkan. Di antara
nekara-nekara yang ditemukan di negeri kita hanya beberapa sejarah yang utuh.
Bahkan yang bayak merupakan pecahan-pecahan belaka.
Perkembangan perhiasan Nekara
Nekara yang paling tua perhiasannya berupa
gambar-gambar orang,penari, dan prajurit, gambar binatang seperti kuda dan
gajah, gambar perahu dan sebagainya. Yang banyak digunakan sebagai perhiasan
adalah kedok atau gambar muka orang yang dianggap mempunyai kekuatan gaib.
Tempatnya pada perut nekara. Bidang atas nekara disekitar gambar biantang
diberi perhiasan simpai yang diisi dengan perhiasan ularan (slangvorming
motief), sedang tepinya diberi perhiasan tangga.
Perkembangan bentuk nekara
Sejalan dengan perubahan perhiasan,bentuk nekara
juga mengalami bentuk perubahan. Nekara yang muda,kecil,dan ramping kalau
dibandingkan dengan nekara-nekara yang tua. Kaki dan kepalanya lebih
panjang,sedangkan perutnya menjadi kecil dan pendek. Nekara yang demikian
banyak ditemukan di Flores dan Alor. Di Alor dinamakan Moko. Di dalam sebuah
kuil di Pedjeng,Bali disimpan sebuah nekara. Bentuknya seperti moko,tetapi
besar sekali tingginya hampir 1.90 m.nekara ini disebut bulan pedjeng.tidak
semua nekara atau moko berasal dari zaman prasejarag. Sampai beberapa waktu
yang lalu di Gresik orang masih membuat moko. Dari sana moko dibawa ke Alor.
Diduga ada moko yang perhiasannya menunjukkan pengaruh kesenian hindu, bahkan
ada juga yang memakai perhiasan modern,antara lain lambang Inggris.
Fungsi nekara
Semula di Kabupaten Alor nekara tipe pejeng atau
juga disebut moko digunakan sebagai alat pembayaran. Nekara diperlakukan
sebagai alat pembayaran sehingga pembayaran dilakukan dengan nekara, baik untuk
membayar pajak, pembelian hasil bumi pembayaran hasil kerja seperti pembuat
perahu, maupun untuk ditukarkan dengan lilin, madu, kain dan burung. Nekara
juga digunakan untuk pemayaran denda, pajak atau upeti kepada raja. Tetapi
keadaan ini kemudian berubah ketika pemerintah Belanda pada abad ke-18 datang
ke Pulau Alor.
Pemerintah Belanda melarang penggunaan moko atau
nekara tipe pejeng sebagai alat pembayaran. Semua penduduk diwajibkan
menggunakan mata uang Belanda yaitu gulden sebagai alat pembayaran. Untuk
kelancaran gagasan tersebut Pemerintah Belanda mewajibkan setiap warga untuk
mengumpulkan nekara yang dimilikinya dan rakyat diwajibkan untuk membayar pajak
dan denda-denda dengan nekara untuk mempecepat pengumpulannya.
Nekara yang terkumpul selanjutnya dibawa ke kampung
atau tempat lain untuk di hancurkan atau di daur ulang di jadikan benda lain.
Penghancuran benda ini sangat merugikan karena tidak adanya pemikran bahwa
benda ini adalah benda kuno yang seharusnya dilindungi. Hanya ada beberapa
nekara saja yan masih ada dan itu pun di bawa Pemerintah Belanda ke negaranya
di simpan di museum-museum. Tetapi secara mengejutkan rakyat pada zaman dahulu
diam-diam menyimpan nekara di dalam gua.
Selain itu nekara pada zaman itu juga digunakan
sebagai mas kawin, sehingga nekara tersbut akan berpindah tangan dari keluarga
satu ke keluarga yang lain dan keluarga tersebut tidak selalu tinggal di Pulau
Alor. Pada saat itulah awalnya timbul nekara-nekara baru. Di kabupaten Flores
timur yaitu di pulau Andonara, Solor, dan Lembata nekara di simpan di para-para
yang terletak di bawah atap rumah. Nekara tersebut hanya di turunkan pada waktu
tertentu. Nekara dianggap sebagai tempat tinggal roh nenek moyang, sehingga
harus di hormati dan di simpan di tempat rahasia. Di Pulau Bali nekara
diletakkan di pura desa, ke-dudukan nekara di Bali di sejajarkan dengan
dewa dan mendapat sebutan Batara walaupun dalam tingkatan yang berbeda. Nekara
hanya boleh diturunkan pada saat upacara-upacara tertentu.
Di Jawa nekara di anggap sebagai gong pada waktu
baru ditemukan. Penemuan dua tipe nekara yaitu tipe Heger dan tipe Penjeng pada
waktu yang bersamaan yaitu dalam peninggalan di Lamongan dan Kendal menunjukkan
bahwa kedua tipe tersebut pernah di gunakan pada waktu yang bersamaan. Tetapi sangat
di sayangkan bahwa temuan-temuan tersebut merupakan hasil penggalian oleh
penduduk, dan ketika instasi yang berwenang mendapat laporan menggenai hal
tersebut setelah waktu yang lama sulit untuk menentukan kepastian
penanggalannya.
Kapak perunggu
Benda perunggu lainnya yang tergolong penting
adalah kapak perunggu. Keterangan pertama tentang kapak perunggu diterbitkan
oleh Rumphius pada awal abad ke-18. Sejak pertengahan abad ke-19 mulai
dilakukan pengumpulan dan pencatatan asal usulnya oleh Koninklijk Bataviaasch
Genootschap. Kemudian penelitian ditingkatkan ke arah tipologi dan uraian
distribusi, konsep religius mulai diterapkan berdasarkan bentuk dan pola-pola
hasilnya.
Secara tipologis kapak perunggu dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu kapak
corong dan kapak upacara. Kemudian Heekeren mengklasifikasikan kapak ini
menjadi kapak corong, kapak upacara dan tembilang atau tajak. Pembagian ini
diperluas lagi oleh Soejono yang membagi kapak perunggu menjadi 8 tipe pokok
dengan menentukan daerah persebarannya.
Bejana Perunggu
Di Indonesia ditemukan hanya dua bejana perunggu
yaitu di Sumatra dan Madura. Bejana perunggu berbentuk bulat panjang seperti
kepis atau keranjang untuk tempat ikan yang diikatkan di pinggang di kala orang
mencari ikan. Bejana ini dibuat dari dua lempengan perunggu yang cembung, yang
diletakkan dengan pacuk besi pada sisi-sisinya. Pola hias pada bejana ini tidak
sama susunannya. Bejana yang ditemukan di kerinci (Sumatra) berukuran panjang
50,8 cm dan lebar 37 cm. sebagian lehernya sudah hilang. Bagian leher ini
dihiasi dengan pola huruf J dan diantara pola ini terdapat pola anyaman. Bagian
pinggang dan tepi dihiasi pola tumpal.
Hiasan pada badan berupa pola huruf J dan pola
anyaman. Pola huruf S terdapan di bagian tengah badan. Di dekat leher tampak
logam berlekuk yang mungkin dipergunakan untuk menggantungkan bejana pada tali.
Beajana yang ditemukan di Asemjaran, Sampang (Madura) mempunyai ukuran
tinggi 90 cm dan lebar 54 cm. hiasan pada leher terbagi atas tiga ruang, yaitu
ruang pertama yang berisi lima buah tumpal berderet dan didalam pola ini
terdapat gambar burung merak; ruang kedua yang berisi pola huruf J yang disusun
berselang-seling tegak dan terbalik; dan ruang ketiga yang juga berisi pola
tumpal berderet 4 buah. Di dalam pola tumpal terdapat gambar seekor kijan.
Bagian badan bejana dihias dengan pola hias spiral yang utuh dan terpotong, dan
sepanjang tepinya dihias dengan tumpal. Sepanjang pegangan dihiasi dengan pola
tali.
Patung perunggu
Patung-patung yang ditemukan di Indonesia mempunyai
bentuk berbagai macam, seperti bentuk orang atau hewan. Patung yang berbentuk
orang antara lain berupa penari penari yang bergaya dinamis. Sikap dari patung
tersebut ada yang lurus atau melompat dengan tangan ditarik ke belakang, ke
samping dan ke depan. Semua gerakan ini seakan-akan menunjukkan babak-babak
sebuah tarian. Patung yang tergolong besar hanya berukuran kira-kira tingginya
9,4 cm dan lebar antara ujung-ujung kedua tangan kira-kira 4,8 cm. ada beberapa
patung diantaranya berupa sepasang penari yang dihubungkan pada sebelah lengan,
muka dan telinga serta lingkaran di atas kepala. Patung-patung tersebut
ditemukan di Bakinang (Riau), dan gayanya memperlihatkan persamaan-persamaan
degan gaya seni Zaman Besi Awal di Kaukasia.
Sebuah patung berbentuk hewan ditemukan di
Limbangan (Bogor). Patung yang menggambarkan seekor kerbau ini berukuran
panjang 10,9 cm dan tinggi7,2 cm. kaki kiri dan tanduk kiri telah hilang.
Sebuah patung lain ditemukan di tempat yang sama menggambarkan kerbau yang
sedang berbaring. Arca-arca perunggu berbentuk manusia dalam keadaan berdiri
dengan sikap bertolak pinggang dengan kedua tangan di paha ditemukan di Boogor.
Patung perempuan sedang menenun sambil menyusui anaknya ditemukan di Larantuka,
Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, tetapi sudah dijual ke luar
negeri.
Perhiasan Perunggu
Gelang dan cincin perunggu pada umumnya tanpa
hiasan, tetapi ada juga yang dihias dengan pola geometris atau pola bintang.
Bentuk-bentuk yang kecil mungkin hanya dipergunakan sebagai alat penukar atau
benda pusaka. Gelang yang mempunyai hiasan pada umumnya besar dan tebal. Pola
hias pada gelang-gelang ini berupa pola-pola tumpal, garis, tangga dan duri
ikan. Pola hias lain adalah spiral yang disusun membentuk kerucut. Mata cincin
yang berbentuk seekor kambing jantan ditemukan di Kedu (Jawa tengah). Bentuknya
mirip dengan bentuk hewan dari gaya seni Ordos (Mongolia). Gelang dan cincin perunggu
ini ditemukan hamper di semua daerah perkembangan budaya perunggu di Indonesia.
Senjata dan benda-benda perunggu lainnya
Senjatadanbenda-benda perunggu lainnyaantara lain sebagai berikut.
Ujung tombak berbentuk daun dengan tajaman pada kedua sisinya, terutama
ditemukan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Belati ditemukan di Prajekan (Jawa Timur) dan Bajawa (Flores). Belati dari
Prajekan bermata besi sedangkan gagangnya dibuat dari perunggu. Belati dari
Flores merupakan sebuah belati yang seluruh gagang dan matanya dituang dari
perunggu.
Mata pancing ditemukan di Gilimanuk (Bali) dan
Plawangan (Jawa Tengah). Ikat pinggang berpola geometris berupa lingkaran tangen ditemukan di
Prajekan (Jawa Timur). Penutup lengan ditemukan di sekitar Danau Kerinci
(Sumatra Barat) dan Tamanbali (Bali). Slinder-slinder kecil dari perunggu yang
merupakan bagian dari kalung, masing-masing berukuran panjang 2,3 cm dengan
garis tengah 1,1 cm. Disetiap ujung silinder terdapat bentuk kepala kuda,
burung atau kijang. Benda-benda ini ditemukan di Malang (Jawa Timur)
Kelintingan (bel) kecil dari perunggu berbentuk kerucut dengan celah di
sisinya, dan sebuah alat penjabut janggut yang sederhana berbentuk huruf U.
keduanya ditemukan di Sarkofagus (Bali)
Gerabah
Dalam masa perundagian, pembuatan gerabah telah
mencapai tingkat yang lebih maju dari masa sebelumnya, Daerah penemuannya kaya
akan ragamnya, Tampak sekali peranan dan fungsinya dalam masyarakat akan
alat-alat gerabah yang tidak dapat dengan mudah di gantikan oleh yang di buat
dengan logam (perunggu atau besi), Bukti-bukti yang di temukan dalan
ekskavasi-ekskavasi arkeologi memberikan petunjuk bahwa alat-alat dan
benda-benda di buat dari logam hanya mengeser kedudukan alat-alat batu.Gerabah
sering ditemukan di tempat-tempat yang menghasilkan benda-banda perunggu dapat
diangap memiliki nilai praktis di dalam masyarakat.
Ditinjau daricorak gerabahnya yang sudah jelas
menunjukan tingkat yang lebih maju, gerabah melolo dapat di golongkan sebagai
kompleks gerabah yang berkembang pada masa perundagian. Pada umumnya gerabah du
buat untuk kepentingan rumah tangga akan tetati dalam upacara keagamaan gerabah
dapat di gunakan sebagai wadah kubur, bekal kubur, atau peralatan upacara.
Gerabah dapat di bedakan sebagai wadah dan nonwadah.
Sebagai wadah adalah periuk, tempayan, cawan,
piring, kendi/gogok, sedangkan nonwadah adalah bandul jala, patung, dan
manik-manik.Sebegitu jauh usaha-usaha penemuan telah dilakukan, tetapi laporan
khusus yang menyuguhkan pembahasan yang agak lengkap tentang gerabah dari masa
perundagian ini bpleh di katakana belom ad, karena.Pada masa perundagian
ditemukan kompleks di situs sa-huynh yang terletak di wilayah Vietnam,
merupak satu kelompok situs Tran-long, phukhu-‘ong, long-than, dan than-cu.oleh
pola hias gerabahnya. Oleh karena itu disebut kompleks gerabah sa-huynh.
Ada juga gerabah yang disebut dengan nama kompleks garabah
kalanay.dalam perkembangannya keduannya kemudian disebut sebagai
tradisi gerabah sa-huynhkalanay. Di wilayah serawak bagian tenggara
ditemukan situs yang dikenal dengan nama Bau, memiliki kesamaan dengan sitis
melayu, oleh karena itu disebut kompleks gerabah bau melaya(u). Kalau di wilayah daratan dan
kepulauan asia mengenai sa-huynh kalanay dan Bau Malaya, di wilayah pasifik
dikenal tradisi lapita.
Tradisi lapita ditemukan di kepulauan pasifik, yang
terdiri dari gugusan kepulauan yakni Melanesia, mikronesia, dan polinesai. Di
wilayah ini berkembang satu budaya di sebut lapita.Lapita nama sebuah
situs yang terdapat di pulau new calidonia yang tingkat arkeologi dari sekitar
3000 BP. Gerabah dari masa perundagian mendapat pengaruh dari barat, misalnya
dapat diambil dari kompleks gerabah buni, kompleks gerabah gilimanuk,
dan kompleks
gerabah kalumpang,yang berkembang di daratan asia tenggara.
Kompleks gerabah buni
Kompleks ini ditemukan pertama kali di desa Buni
(Bekasi), kemudian meluas ke dearah timur di daerah aliran citarum dan sungai bekasi
hingga ciparage di cilamaya. Gerabah ditemukan bersama-sama dengan tulang
belulang, buni mengenal system penguburan langsung (tanpa wadah). Fungsi
gerabah mungkin sebagai bekal kubur, tetapi mengingat bentuknya bermacam-macam
serta jumlahnya sangat banyak tidaklah mustahil kalau gerabah tersebut
dipergunakan untuk keperluan sehari-hari.Buni mengenal paling sedikit dua macam
gerabah,yaitu yang berwarna kemerah-merahan dan gerabah yang berwarna kelabu
(keabu-abuan).
Gerabah yang berwarna kelabu pada umumnya dihiasa
dengan cara mengecap, dan ada juga yang di goreskan sehingga menghasilkan pola,
pola-pola itu terdapat lingkaran memusat dan bersilang seperti pola jarring
atau anyaman.Hiasan lain goresan pada umumnya berupa pola tumpal di sekeliling
leher atau badan atas atas jenis periuk atau cawan.
Gerabah yang berwarna merah pada umumnya dihiasi dengan menggoreskan pola-pola hias berupa garis sejajar, tumpul, kadang-kadang di beri warna merah atau putih. Contohnya gerabah dari Desa Cilodo (Rengasdengklok).
Gerabah yang berwarna merah pada umumnya dihiasi dengan menggoreskan pola-pola hias berupa garis sejajar, tumpul, kadang-kadang di beri warna merah atau putih. Contohnya gerabah dari Desa Cilodo (Rengasdengklok).
Kompleks gerabah gilimanuk
Sampai saat ini daerah penemuan gerabah gilimanuk
terbatas di daerah bali bagaian barat yatu pantai Gilinamuk dan desa
cekik.penemuan di Gilimanuk jelas sekali memperlihatkan hubungannya dengan
tradisi penguburan masa perundagian. Jenis gerabah yang menonjol ialah periuk
berlandaskan bundar dengan tepian melipat keluar. Beberapa jenis gerabah
memperlahatkan olesan warna marah dan kuning, dan gerabah yang dindingnya
diupam terhadap pula dalam koleksi gerabah Gilimanuk. Hiasan yang menonjol pada
gerabah Gilimanuk ini ialah pola jaring yang mungkin di buat dengan
tatap-tatapyang agak halus. Hiasan gores juga banyak ditemukan dengan pola-pola
geometris (tumpal, garis berombak, dan sebagainya).
Kompleks gerabah kalumpang
Nama kompleks ini berasal dari sebuah tempat
bernama Kelumpang, penyelidikan terhapap daerah ini dilakukan oleh Stein
Callenfels tahun 1933 dan oleh Heekeren tahun 1949. Kedau ahli berpendapat di
kalumpang terdapat tiga lapisan kebudayaan atau lebih yang tercampur aduk satu
dengan yang kain akibat kegiatan pertanian. Heekeren mecatat 955 gerabah
Kelumpang tanpa hiasan yang olehnya di perkirakan pada masa bercocok
tanam. Ada jaga dugaan bahwa beberapa gerabah kalumpang berasal dari masa yang
lebih tua , yaitu dari masa bercocok tanam.
Akan tetapi, Solheim memperkirakan
sekurang-kurangnya tradisi gerabah kalumpang sebagai hasil suat masyarakat dari
satu masa.Bagaimanapun persoalan umut tradisi gerabah ini tetap akan gelap
karena penelitian stratigrafis belum di lakukan dengan berhasil. Kalau ditinjau
corak gerabah dari kompleks ini secara keseluruan, ternyata maa perkembangannya
mancakup masa cocok tanam dan masa perudagian.selain itu yang perlu kita
ketahui antara lain ialah Melolo di sumba timur dan pasir angin, hubungan
tempat ini belum jelas, tetapi gerabahnya jelas berasal dari masa perundagian.
Peningalan prasejarah yang di temukan di pasir angin berasal dari masa perundagian di daerah pedalaman jawa barat.pasir angin berhubungan dengan pemujaan nenek moyang mereka pada masyarakat megalitik, tulang-tulang manusia tidak ditemukan dalam ekskavasi-ekskavasi di pasar angin. pengalian tahun 1970, 1971, 1972, 1973, dqn 1975 oleh lembaga purbakala dan peninggalan nasional (LPPN) ternyata menemukan situs baru tentang corak kepercayaan pada masa perundagian di daerah jawa barat.
Peningalan prasejarah yang di temukan di pasir angin berasal dari masa perundagian di daerah pedalaman jawa barat.pasir angin berhubungan dengan pemujaan nenek moyang mereka pada masyarakat megalitik, tulang-tulang manusia tidak ditemukan dalam ekskavasi-ekskavasi di pasar angin. pengalian tahun 1970, 1971, 1972, 1973, dqn 1975 oleh lembaga purbakala dan peninggalan nasional (LPPN) ternyata menemukan situs baru tentang corak kepercayaan pada masa perundagian di daerah jawa barat.
Manik-manik
Menurut Encyclopedia
Americana (Vol. 3, 1967: 394-395) manic-manik yang dalam bahas ingris disebut
“beads” berasal dari bahasa ingris tengah “bede” yang berarti “prayer” (“Objeck
of worship” = benda untuk memuja)awalnya manik-manik di hubungkan dengan benda
berkekuatan gaib/jimat yang berhubungan dengan religi dan upacara. Manik-manik
juga dihubungkan dengan perdagangan.
Di Indonesia, pemakian manik-manik umum sekali, pada tingkat kehidupan gua-gua, manik-manik di buat dari kulit kerang.pada tingkat perundagian ini manik-manik di buat dari bermacam-macam bahan dengan berbagia bentuk dan warna, dari batu akik, kaca dan tanah liat yang di bakar.
Di Indonesia, pemakian manik-manik umum sekali, pada tingkat kehidupan gua-gua, manik-manik di buat dari kulit kerang.pada tingkat perundagian ini manik-manik di buat dari bermacam-macam bahan dengan berbagia bentuk dan warna, dari batu akik, kaca dan tanah liat yang di bakar.
Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Pada masa perundagian manusia di Indonesia di
desa-desa di daerah pegunungan,dataran rendah,dan tepi pantai dalam tata
kehidupan yang terpimpin. Bukti-bukti dari adanya tempat-tempat yang berkembang
pada masa itu tersebar antara lain Sumatra,Jawa,Sulawesi,Bali,Sumba,serta
terdapat di pulau-pulau lainnya di Nusa Tenggara Timur dan Maluku.di
tempat-tempat itu ditemukan sisa-sisa benda perunggu,besi,gerabah.sisa-sisa ini
merupakan peninggalan dari penghidupan yang sudah maju tingkatannya.melalui
evakuasi di beberapa tempat telah ditemukan pula sisa-sisa bahan makanan
(kerang,ikan,babi,dan sebagainya) dan rangka-rangka manusia yang merupakan
bukti bahwa penguburan mayat dilakukan di sekitar tempat tersebut.
Melalui data dari perunggu-perunggu dapat di
simpulkan bahwa rumah orang-orang merupakan rumah bertingkat tiang dengan atap
melengkung,biasanya kolongnya merupakan tempat ternakdan rumah semacam ini
didiami oleh beberapa keluarga.
Kemajuan yang dicapai dalam bidang tenologi
yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan kehidupan serta adanya surplus dalam
memenuhi keperluan hidup itu meningkatkan jumlah penduduk di mana-mana.Timbullah
desa-desa besar yang merupakan gabungan dari kampung-kampung kecil.dalam tata
kehidupan yang teratur berburu binatang merupakan sebagian dari mata
pencaharian juga dimaksudkan untuk menunjukkan keberanian dan
kegagahan.perburuan dilakukan dengan menggunakan tombak,panah,dan jerat.
Anjing digunakan untuk mengeejar dan membingungkan
binatang yang diburu. Pertanian atau perladangan merupakan lahan percaharian
yang tetap. Untuk menyempurnakan usaha pertanian diciptakan alat-alat dari
logam,terutama untuk pengolahan sawah. Untuk menjaga tanah supaya teteap subur
pada waktu tertentu,diadakan upacara-upacara yang melambangkan permintaan
kesuburan tanah dan kesejahteraan masyarakat.
Kehidupan Sosial-Budaya
Seni ukir yang diterapkan pada benda-benda
megalitik dan seni hias pada benda-benda perunggu mengambarakan penggunaan
pola-pola geometris sebagai pola hias utama. Selain berkembangnya berbagai
variasi dalam pembuatan benda-benda dalam pola hias,terdapat kecenderungan yang
bersiafat simbolis dan abstrak-statistis.
Yang sangat menonjol pada masa perundagian ini
adalah kepercayaan kepada pengaruh arwah nenek moyang terhadap perjalanan
manusia dan masyarakatnya.karena itu arwah nenek moyang harus selalu
diperhatiakn dan dipuaskan melalui upacara-upacara. Demikian juga kepada orang
yang meninggal penguburan orang yang meninggal dilaksanakan dengan cara
langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder).
Kubur tempayan di Indonesia ditemukan antara lain di
Jambi,Lesungbatu,(Sumatra Barat;Punggung Tampak (Lampung);Lahat (Sumatra
Selatan); Bengkulu ; Tile-tile (Selayar,Sulawesi Selatan);Sulawesi Temgah;
Sulawesi Utara;Anyer dan Buni (Jawa Barat);plawangan;Bonang Sluke (Jawa
Tengah);Gilimanuk (Bali);Melolo,Lampanapu,Kolana,Lewoleba dan Flores Timur
(Nusa Tenggara Timur). (D.D.Bintarti,1987, hlm.75-184)
Penelitian kubur tempayan dilakuakn sejak tahun
1908 di Menolo dan digali pada tahun 1923,1926,1939 oleh orang Belanda,pada
tahun 1985,986, dan 1990 di gali oleh tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
yang dipimpin oleh D.D.Bintarti.Tempayan ialah jenis gerabah yang berukuran
paling besar di bandingkan dengan jenis gerabah lainnya.Tempayan sering kali
digunakan untuk wadah bahan-bahnan makanan atau minuman hasil produksi lokal
yang dijajakan dan diperdagangkan ataupun yang disimpan untuk beberapa waktu
lamanya.
Penguburan dengan menggunakan sarana batu dapat
disebutkan antara lain: dolmen(reti),peti kubur batu,bilik
batu,kalamba,waruga,sarkofagus,kubur silindris,dan batu besar yang dilubangi. Penguburan tanpa wadah dilakukan secara primer dan sekunder. Pada penguburan primer mayat ditanam membujur
(terlentang) disertai bekal kubur (periuk,kendi,benda-benda
perunggu,benda-benda besi dan sebagainya). Sedangkan penguburan secara perimer ini
di berikan bekal kubur yang lazim ,seperti terlihat pada temuan kubur yang ada
di Gunung Wingko ,sebuah bukit pasir di selatan Yogyakarta.
Simpulan
Pada zaman perundagian manusia sudah menggunakan
logam sebagai pealatan yang digunakan, tetapi manusia pada zaman tersebut juga
masih menngnakan batu sebagai peralatan yang di gunakan sehari-hari. Peralatan
logam sudah berkembang tidak hanya digunakan sebagai peralatan saja tetapi
logam juga digunakan untuk pembuatan perhiasan dan pendukung upacara adat.
DAFTAR PUSTAKA
Soejono,R.P.2010.Sejarah Nasional
Indonesia I.Jakarta: Balai Pustaka.
Kartodirdjo,Sartono dkk.1975.Sejarah
Nasional Indonesia.Jakarta:Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Soekadijo,R.G.1958.Prasedjarah.Solo:
”Tiga”.
sedjarah Eropah.Jakarta:Dinas Penerbitan Balai Pustaka Djakarta.
Suprapta,Blasius.1991.Ikhtisar
Prasejarah indonesia (pendekatan Model
Konsepsi Teknologi).Malang: Laboratorium Sejarah Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Malang.
Fagan Brian M.1992.People Of The
Earth An Introduction to World
Prehistory.New
York:Harper Collins Publishers.
Soekmono.R.1981.Pengantar Sejarah
Kebudayaan Indonesia I.Yogjakarta:
Kanisius(anggota IKAPI). Koentjaraningrat.2005.Pengantar Ilmu
Antropologi.Jakarta: Rineka
Cipta
Terimakasih akang.. Membantu sangat untuk tugas :)
ReplyDeleteterimakasih sudah berkomentar.. ini membuat semangat penulis haha
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteartikelnya bagus gan, smoga artikel saya dapat saling melengkapi
ReplyDelete.
www.markijar.blogspot.com/2015/04/tradisi-sejarah-masyarakat-indonesia.html
thank gan sudah meninggalkan jejak
ReplyDeletehalooo 😁
ReplyDeletehalooo 😁
ReplyDelete