oleh
Sigit Rahmanto
Abstrak
Sejarah sendiri dibagi menjadi 2 yakni
sejarah yang mengenal tulisan dan sejarah yang tidak mengenal tulisan atau
prasejarah.Prasejarah merupakan masa di mana manusia masih belum mengenal
tulisan, artinya bukti-bukti yang ditemukan masih berupa benda jadi tidak ada
bukti dokumen yang jelas. Masa prasejarah diseluruh dunia tidak sama tak
terkecuali di Indonesia. Hal ini dikarenakan bukti-bukti penelitian yang
dilakukan oleh para peneliti berbeda beda di tiap negara. Di Indonesia masa
prasejarah dimulai sejak ditemukannya tengkorak Meganthropus paleojavanicus
yang artinya Manusia Besar dari Jawa Tua dan diperkirakan berumur sekitar 2
juta tahun yang lalu padahal manusia pertama kali muncul sekitar 3 juta tahun
yang lalu (Butzer. 1971:29). Akhir dari masa prasejarah sendiri saat
ditemukannya prasasti stupa di Kutai sekitar abad ke-4 masehi. Jadi bisa kita
ketahui masa prasejarah di Indonesia sangat panjang dan untuk memudahkannya
para peneliti melakukan pembabakan sejarah. Masa
Perundagian adalah masa akhir dari zaman prasejarah di Indonesia yang masih
belum mengenal tulisan. Dari pembabakan masa pada zaman prasejarah, masa
perundagian merupakan masa yang paling modern. Baik dari segi kehidupannya
maupun alat-alatnya dari pada masa-masa sebelumnya seperti masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat sederhana, masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut dan masa berburu dan bercocok tanam.
Alat-alat yang Dihasilkan pada
Masa Perundagian di Indonesia Bagian Timur
Masa perundagian berlangsung antara 3500 sampai
10000 tahun yang lalu.(Sedyawati, 1993:27). Dalam masa perundagian ini,
teknologi berkembang dengan pesat. Di pihak lain, terjadi peningkatan usaha
perdagangan yang mengalami kemajuan. Teknologi pelayaran juga menentukan
perkembangan teknologi secara umum. Hal tersebut berpengaruh pula pada sistem
sosial yang telah mengklasifikasikan dari dalam segmen-segmen sosial-ekonomi
karena pola-polanya telah terbentuk. Pada masa ini merupakan awal dari kemajuan,
karena di zaman perundagian ini sudah mulai mengenal teknik peleburan,
percampuran, penempaan, dan pencetakan jenis-jenis logam seperti tembaga,
perunggu, dan besi.
Benda-benda perunggu
Jenis benda perunggu yang dikenal di Indonesia
ialah nekara, kapak, bejana, boneka atau patung, perhiasan, dan senjata. Namun
yang menarikperhatian adalah nekara. Benda-benda lain sebenarnya telah
mendapatkan perhatian sejak abad ke-19, misalnya kapak corong, cincin, mata
tombak, kapak upacara (candrasa). Dari penyelidikan dalam zaman perundagian
pula orang-orang telah pandai membuat dan menuang kaca. Hanya saja tekniknya
masih sederhana kadang masih tercampur pasir.
Laporan pertama tentang nekara perunggu dibuat oleh G.E. Rumphius sekitar tahun 1704 dari Pejeng (Bali). Selenjutnya E.C Barchewitz juga melaporkan tentang nekara yang ditemukan di pulau Luang (Nusa Tenggara Timur), yang dimuat dalam sebuah karangan pada tahun 1930 yang berjudul:” Ost-Indianische Reise Beschrei- bung. Setelah itu perhatian terhadap benda tersebut terhenti selama 135 tahun. Pada awal abad ke-20 (1902), terbitlah karangan terkenal dari F. Heger yang mengadakan klasifikasi morfologis seluruh nekara perunggu di Asia Tenggara.
Dasar-dasar klasifikasi yang dibuat oleh Heger
sampai sekarang masih dijadikan patokan klasifikasi nekara perunggu di
Indonesia yang dilakukan oleh van Hoevell, F. D. E. Schmelz, W.O.J. Nieuwenkamp
dan G.A.W. Foy dan H. Parmentier. Parmentier berusaha menentukan usia nekara
perunggu berdasarkan corak hiasan pada benda tersebut. Usaha tersebut cukup
berharga meskipun penelitian yang sistematis berupa ekskavasi arkeologis belum
dilakukan. Benda-benda lain sebenarnya telah mendapat perhatian sejak abad
ke-19, misalnya kapak-kapak corong, cincin, mata-tombak, kapak-kapak upacara
(antara lain candrasa) dalam berbagai bentuk. Tahun 1875 (temuan dari Pulau
Roti) dan temuan dari sekitar Danau Sentani (Irian) yang dikunjungi oleh
A.Wichman pada tahun 1903. Temuan-temuan tersebut diatas pada umumnya merupakan
temuan lepas, yaitu ditemukan secara tidak sengaja atau sebagai barang-barang
pembelian yang sukar ditemui asal-usulnya. (Soejono dkk.2010: 244-245)
Nekara
Nekara adalah semacam berumbung dari perunggu yang
berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atasnya tertutup ,jadi dapatlah di
kira-kira disamakan dengan dandang ditelungkupkan. Di antara nekara-nekara yang
ditemukan di negeri kita hanya beberapa sejarah yang utuh. Bahkan yang banyak
merupakan pecahan-pecahan belaka. Nekara yang paling tua perhiasannya berupa
gambar-gambar orang,penari, dan prajurit, gambar binatang seperti kuda dan
gajah, gambar perahu, dan sebagainya. Yang banyak digunakan sebagai perhiasan
adalah kedok atau gambar muka orang yang dianggap mempunyai kekuatan gaib.
Tempatnya pada perut nekara. Bidang atas nekara disekitar gambar binatang
diberi perhiasan simpai yang diisi dengan perhiasan ularan (slangvorming,
motief), sedang tepinya diberi perhiasan tangga.
Nekara dari Pejeng
Nekara ini sangat besar, tinggi 1,98 m yang
lebih besar jika bandingkan dengan lebarnya. Bidang pukul yang bergaris tengah
1,60m menjorong 25cm ke luar dari bagian bahu yang melurus ke bawah dan
melengkung ke dalam di bagian pinggang yang berbentuk silinder. Bagian kaki
berbentuk genta yang melebar di bagian bawah.
Hiasan-hiasan pada nekara dari Pejeng dapat di terangkan sebagai berikut:
a) Bagian atas yang terdiri dari 2 bagian : bidang pukul dan bagian bahu.
(1) Bidang pukul:
Di tengah terdapat pola bintang bersudut-8. Di sela-sela sudut bintang dihiasi
dengan pola hias bulu burung merak, sedangkan bintang dihiasi dengan
garis-garis patah. Satu pita lebar mengelilingi bintang dihiasi dengan
jalur-jalur berombak yang membentuk lingkaran-lingkaran atau pilin-pilin dengan
pusat yang menonjol. Di atas bidang pukul ini tidak didapatkan patung katak
sebagai umumnya kita kenal pada tipe-tipe nekara lain.
(2) Bagian bahu:
Bagian ini dapat dibagi dalam 4 ruang horizontal yang berturut-turut dari atas
ke bawah memperlihatkan: bidang berisi pola hias susunan gigir, bidang tanpa
hiasan, bidang berisi pola tumpal tersusun dalam pita-pita horizontal; diantara
pola tumpal itu terdapat sederet pilin yang dipotong oleh garis pendek (pola
huruf f), dan akhirnya yang seluruhnya berjumlah 4 atau 8 buah. Topeng
digambarkan dengan mata yang lebar dan bulat, hidung mnyerupai kerucut
memanjang dan telinga yang panjang dengan anting-anting dari mata-uang. Di
bawah pola topeng ini terdapat pita dengan pola tumpal. Pegangan dihiasi dengan
pola jaring yang diukir dengan cara karawang. (Soejono dkk.1975:225)
b) Bagian tengah (pinggang). Bagian ini terbagi dalam 2 ruang:
(1) Bidang-bidang
persegi yang tidak dihias dibatasi dengan bidang vertical berisi pola tumpal
bertolak-belakang dan pola huruf F.
(2) Bidang yang berisi
pola tumpal dalam susunan pita-pita horizontal diselingi oleh pita berisi pola
huruf F.
c) Bagian bawah (kaki). Sebagian besar dari kaki yang berbentuk genta ini
tidak dihias, kecuali pada bagian dibawah sekali terdapat hiasan
pita-pita pola tumpal diselingi oleh pita huruf F.
Nekara dari Peguyangan (Bali Selatan)
Terdiri dari fragmen bidang pukul dengan hiasan
pola bintang bersudut 8 ditengah dan 4 ruang yang mengelilingi bintang dengan
hiasan sebagai berikut:
Ruang pertama berisi pola garis patah; Ruang ke dua berisi pola jalur
berombak yang mirip dengan hiasan serupa pada nekara dari Pejeng; Ruang ke
tiga berisi pola garis patah; Ruang ke empat tidak dihias.
Nekara dari Bebitra (Bali Selatan)
terdiri
dari bidang pukul. Bidang pukul dihias dengan pola bintang bersudut 8 ditengah
dan diselah-selah sudut bintang dihiasi dengan pola burung merak. Di sekekiling
bintang terbagi dalam 4 ruang dengan hiasan sebagai berikut:
Ruang pertama berisi pola garis patah; Ruang ke dua berisi pola jalur berombak seperti yang terdapat di nekara
Pajeng; Ruang ke tiga berisi pola garis patah;
Ruang ke empat tidak dihias.(Soejono dkk.2010: 247-249)
Kapak Perunggu
Benda perunggu lainnya yang tergolong penting
adalah kapak perunggu. Keterangan pertama tentang kapak perunggu diterbitkan
oleh Rumphius pada awal abad ke-18. Sejak pertengahan abad ke-19 mulai
dilakukan pengumpulan dan pencatatan asal usulnya oleh Koninklijk Bataviaasch
Genootschap. Kemudian penelitian ditingkatkan ke arah tipologi dan uraian
distribusi, konsep religius mulai diterapkan berdasarkan bentuk dan pola-pola
hasilnya.
Secara tipologis kapak perunggu dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu
kapak corong dan kapak upacara. Kemudian Heekeren mengklasifikasikan kapak ini
menjadi kapak corong, kapak upacara dan tembilang atau tajak. Pembagian ini
diperluas lagi oleh Soejono yang membagi kapak perunggu menjadi 8 tipe pokok
yaitu:
1) Tipe I (tipe umum). Bentuknya lebar dengan panjang yang lonjong, garis
puncak (pangka), tangkainya cekung dan bagian tajam cembung.
2) Tipe II (tipe ekor burung seriti). Bentuk tangkai dengan ujung yang
membelah seperti ekor burung seriti, ujung tajam cembung, belahan pada ujung
ada yang dalam dan ada yang dangkal.
3) Tipe III (tipe pahat). Bentuk tangkai menyempit dan lurus ada yang pendek
dan lebar. Bentuk tajam cembung dan lurus, kapak terbesar berukuran 12,2 x 5,8
x 1,7 cm dan terkecil 5,4 x 3,6 x 1,3 cm.
4) Tipe IV (tipe tembilang). Bentuk tangkai pendek, mata kapak gepeng, bagian bahu
lurus kea rah sisinya. Ukuran terbesar 15,7 x 9,6 x 2 cm dan terkecil 13,4 x
6,5 cm.
5) Tipe V (tipe bulan sabit). Mata kapak berbentuk bulan sabit. Bagian tengah
lebar dan menyempit, tangkai lebar dan bagian tajamnya menyempit. Jenis
terbesar berukuran 16,5 x 15,6 x 3,4 cm dan terkecil 7,2 x 5,2 x 4,5 cm.
6) Tipe VI (tipe jantung). Bentuk tangkai panjang dengan pangkal cekung,
bagian bahu melengkung. Ukuran terbesar 39,7 x 16,2 x 1,5 cm dan terkecil 13 x
7,2 x 0,6 cm.
7) Tipe VII (candrasa). Tangkai pendek dan melebar pada pangkalnya, mata kapak
tipis dengan kedua ujungnya lebar. Kapak ini sangat besar dan pipih yang
terbesar 133,7 cm dan terkecil 37 cm.
8) Tipe VIII (tipe kapak roti). Keseluruhannya gepeng berukuran 90 cm. pangkal
tangkai cakram. Cakram ini dihiasi dengan pola roda atau pusaran.
(Soejono dkk. 2010: 258-260)
Patung Perunggu
Seni patung rupanya mengalami kemajuan, beberapa
buah patung diantaranya arca-arca orang yang sikapnya aneh dan satu arca berbentuk
kerbau. Ada pula yang berbentuk cincin yang sangat kecil yang diperkirakan
sebagai alat penukaran (uang). Patung-patung yang ditemukan di Indonesia
memiliki bentuk seperti orang atau binatang. Patung yang berbentuk orang antara
lain berupa penari yang bergaya dinamis. Patung perempuan sedang menenun sambil menyusui anaknya ditemukan di
Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, tetapi sudah dijual ke
luar negeri.
Senjata dan benda-benda perunggu
1). Belati ditemukan di Bajawa (Flores). Belati dari Prajekan bermata besi
sedangkan gagangnya dibuat dari perunggu. Belati
dari Flores merupakan
sebuah belati yang seluruh gagang dan matanya
dituang dari perunggu.
2). Mata pancing ditemukan di Gilimanuk (Bali)
3). Penutup lengan ditemukan di Tamanbali (Bali).
4). Kelintingan (bel) kecil dari perunggu berbentuk kerucut dengan celah di
sisinya, dan sebuah alat penjabut janggut yang
sederhana berbentuk huruf U.
keduanya ditemukan di Sarkofagus (Bali). (Soejono
dkk, 2010: 263-264).
Gerabah
Dalam masa perundagian, pembuatan gerabah telah
mencapai tingkat yang lebih maju dari masa sebelumnya, Daerah penemuannya kaya
akan ragamnya, Tampak sekali peranan dan fungsinya dalam masyarakat akan
alat-alat gerabah yang tidak dapat dengan mudah digantikan oleh yang dibuat
dengan logam (perunggu atau besi), Bukti-bukti yang ditemukan dalan
ekskavasi-ekskavasi arkeologi memberikan petunjuk bahwa alat-alat dan
benda-benda dibuat dari logam hanya mengeser kedudukan alat-alat batu.
Gerabah sering ditemukan di tempat-tempat
yang menghasilkan benda-banda perunggu dapat diangap memiliki nilai praktis di
dalam masyarakat. Ditinjau daricorak gerabahnya yang sudah jelas menunjukan
tingkat yang lebih maju, gerabah Melolo dapat digolongkan sebagai kompleks
gerabah yang berkembang pada masa perundagian. Gerabah dari masa perundagian
mendapat pengaruh dari Barat, misalnya dapat diambil dari kompleks gerabah
Buni, kompleks gerabah Gilimanuk, dan kompleks gerabah Kalumpang.
(Soejono dkk, 2010:382)
Benda-benda Besi
Berbeda dengan benda perunggu, penemuan benda-benda
besi terbatas penemuannya. Jenis-jenis benda besi dapat digolongkan sebagai
alat keperluan sehari-hari dan senjata. Sebagian temuan berupa fragmen-fragmen yang
sukar ditentukan macam bendanya dan sebagian lagi memperlihatkan bentuk-bentuk
yang belum jelas fungsinya. Benda-benda besi yang banyak ditemukan berupa:
a) Mata pisau dalam berbagai ukuran
b) Mata sabit
c) Mata tombak
d) Mata tembilang
e) Mata alat penyiang rumput (Soejono dkk. 2010: 266)
Cara Pembuatan Alat-alat
Masa Perundagian di Indonesia Bagian Timur
Teknik Pembuatan Gerabah
Dalam proses pembuatan benda gerabah diperlukan
pengetahuan teknologi yang sangat kompleks berkaitan dengan pengetahuan tentang
proses pengolahan bahan dan rancang bentuk berbagai jenis wadah wadahan, dan
kadang diperlukan pula pengetahuan mengenai teknik seni hias yang sering
diterapkan dalam teknik pembuatan benda-benda gerabah. (Iskandar, 2009:21)
Dalam pembuatan gerabah ada dua tradisi yang
mempengaruhi yaitu tradisi Sa-huynh-Kalanay dan tradisi Bau-Malayu, sama-sama
memiliki teknik”tatap dan batu”. Hanya pada tradisi Sa-huynh-Kalanay tatap itu
dibalut dengan tali(digulung dengan tali) sehingga hiasan yang dihasilkan oleh
tatap itu berupa pola tali, sedangkan pada tradisi Bau-Malayu, tatap diukir
dengan pola-pola hias.(Soejono dkk. 2010:269-270)
Pembuatan Benda-Benda Logam
Pada masa perundagian telah dikenal bahan untuk
membuat barabg berupa logam (Waluyo dkk. 2009:33).Perunggu adalah benda yang
mahal karena biji tembaga jarang ditemukan di Timur dan timah pasti jarang
sekali (Berg. 1958: 35). Logam perunggu adalah merupakan logam campuran (alloy)
yang diperoleh dari peleburan tembaga(cuprum,
Cu) dengan timah, baik timah putih (stanum,
Sn) ataupun timah hitam (Pumblum, Pb)
Proses peleburan ini harus dilakukan pada tungku dengan suhu di atas 10800
C karena tembaga baru akan melebur pada suhu 10830 C, walaupun
timah sudah sudah melebur pada suhu 2320C.(Iskandar. 2009:22).
Dalam teknologi logam dikenal ada dua jenis teknik
pembuatan, yaitu dengan teknik tempa dan teknik cetak. Teknik cetak mengenal
dua macam cara, yaitu teknik cetakan setangkup (bivalve mould) dan teknik
“cetak lilin”(a cire perdue) .Teknik
setangkup menggunakan 2 cetakan yang dapat ditangkupkan. Cetakan diberi lubang
dibagian atas dan dari lubang tersebut dituangkanlah logam perunggu yang sudah
mencair ke dalam cetakan. Setelah perunggunya dingin maka cetakan bias dibuka
dan proses pembuatan ini selesai.
Proses setangkup ini dapat menggunakan cetakan yang
sama berkali-kali. Teknik cetak lilin menggunakan bentuk benda yang akan
dicetak yang terbuat dari lilin, kemudian bentuk lilin tersebut dibungkus
dengan tanah liat yang lunak. Pada bagian atas dan bawah diberi
lubang. Kemudian setelah cetakan siap. Dituangkan perunggu cair melalui atas
lubang dan lilin akan keluar dari lubang bagian bawah. Setelah dingin cetakan
dipecah dan hasilnya sudah data diambil. Namun cetakan ini hanya digunakan 1
kali selama pembuatan. (Soejono dkk.2010:256)
Fungsi Alat-alat yang Dihasilkan
Pada Masa Perundagian di Indonesia Bagian Timur.
Fungsi Nekara
Nekara digunakan sebagai alat upacara dan dipergunakan
sebagai genderang perang, genderang penjenasahan, untuk memanggil hujan dan
sebagainya (Soekadjo. 1958: 24). Adapun fungsi yang lain adalah sebagai mas
kawin, sehingga nekara tersebut akan berpindah tangan dari keluarga satu ke
keluarga yang lain dan keluarga tersebut tidak selalu tinggal di Pulau Alor.
Pada saat itulah awalnya timbul nekara-nekara baru. Di kabupaten Flores timur
yaitu di pulau Andonara, Solor, dan Lembata, nekara di simpan di para-para yang
terletak di bawah atap rumah. Nekara tersebut hanya diturunkan pada waktu
tertentu. Nekara dianggap sebagai tempat tinggal roh nenek moyang, sehingga
harus dihormati dan disimpan di tempat rahasia.
Di Bali ditemukan nekara yang tingginya mencapai
1.86 meter dan diameter bidangnya 1.60 meter (Boedhihartono.2009:30). Di Pulau
Bali, nekara diletakkan di pura desa, kedudukan nekara di Bali
disejajarkan dengan dewa dan mendapat sebutan Batara walaupun dalam tingkatan
yang berbeda. Nekara hanya boleh diturunkan pada saat upacara-upacara tertentu.
Penemuan dua tipe nekara yaitu tipe Heger dan tipe Penjeng pada waktu yang
bersamaan yaitu dalam peninggalan di Lamongan dan Kendal menunjukkan bahwa
kedua tipe tersebut pernah digunakan pada waktu yang bersamaan.
Tetapi sangat disayangkan bahwa temuan-temuan
tersebut merupakan hasil penggalian oleh penduduk, dan ketika instasi yang
berwenang mendapat laporan menggenai hal tersebut setelah waktu yang lama sulit
untuk menentukan kepastian penanggalannya.(Soejono dkk,2010:357-359)
Fungsi kapak corong
Kapak corong disebut juga kapak sepatu karena
bentuk corongnya dipakai untuk tempat tangkai kayu yang bentuknya menyiku
seperti bentuk kaki. Jenis kapak corong bermacam macam, ada yang kecil, besar
dan memkai hiasan, ada yang pendek lebar, ada yang bulat, dan ada yang panjang
satu sisinya. Kapak corong yang panjang satu sisinya disebut candrasa. Tidak
semua kapak tersebut digunakan sebagai perkakas, tetapi ada juga yang digunakan
sebagai tanda kebasaran dan alat upacara saja.
Fungsi benda besi
Benda besi yang ditemukan kebanyakan berfungsi
sebagai alat rumah tangga yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan
senjata sebagai alat berburu, menangkap ikan, dan mempertahankan diri.
Fungsi Gerabah
Gerabah tidak dapat digantikan oleh benda benda perunggu, artinya fungsi
gerabah masih murni yakni sebagai alat rumah tangga seperti menampung air,
menyimpan makanan , dan memasak makanan. Bahkan digunakan dalam upacara-
upacara keagamaan tempayan digunakan sebagai tempayan kubur (Soejono dkk.
2010:267).
Kesimpulan
Pada masa perundagian di indonesia bagian timur
menghasilkan beberapa alat-alat untuk membantu ataupun untuk melengkapi dalam
kehidupan sehari-hari antara lain : nekara, kapak perunggu, patung perunggu,
senjata dan benda-benda perunggu, gerabah, dan benda-benda besi. Cara-cara
pembuatan alat-alat tersebut seperti pada pembuatan gerabah dengan teknik tali
dan teknik ukir. Pada pembuatan benda-benda logam dengan cara peleburan, teknik
tempa dan cetak.
Fungsi alat tersebut sebagai berikut : nekara digunakan sebagai alat
upacara, genderang perang, genderang penjenasahan, mas kawin dan untuk
memanggil hujan; kapak corong digunakan untuk perkakas, tanda kebesaran dan
alat upacara; benda-benda besi dugunakan berburu, menangkap ikan, dan
mempertahankan diri; gerabah dugunakan sebagai upacara keagamaan, menyimpan
makanan, menampung air, memasak makanan dan tempatan kubur.
Daftar Rujukan
Berg, H. J. V. D. & Badaging. T. S. 1958. Prasedjarah dan Pembagian Sedjarah
Eropah. Jakarta: Dinas Penerbitan Balai
Pustaka Djakarta.
Boedhihartono. Sutarto, A., Triguna, Y., Indriyanto. 2009. Sejarah Kebudayaan
Indonesia: Sistem Sosial. (Muklis PaEni, Ed). Jakarta: PT
Rajagrafindo
Persada.
Butzer, K. W. 1971. Environment and
Archeology: An Intoduction to Pleistocence
Georgrapy. Chicago: Aldine Publishing Company.
Iskandar, M., Djafar, H., Setiawan A. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia :
Sistem Pengetahuan. (Muklis PaEni, Ed). Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
Sedyawati, E., Gonggong, A., (Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah
Nasiona Indonesia). 1993. Sejarah Kebudayaan Jawa. Penerbit:
Departemen Pendidkan dan Kebudayaan, Dirktorat
Jendral Kebudayaan,
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi
dan
Dokumentasi Sejarah Nasional.
Soejono dkk. 2010. Sejerah Nasional
Indonesia I. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Soekadijo, R. G. 1958. Prasedjarah. Solo:
“Tiga”.
Waluyo, Suwardi, Feryanto, A., Haryanto, T. 2009. Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: Grasindo
No comments:
Post a Comment