oleh
Sigit Rahmanto dkk
Abstraks
Pada awal abad ke 19 pertumbuhan
ekonomi Belanda berada pada proses industrialisasi bersamaan dengan munculnya
modal di satu pihak dan kelas menengah di pihak lain. Proses ini turut
mendorong munculnya liberalisme sebagai ideologi dominan di Negeri Belanda.
Perkembangan Liberalisme di Belanda membawa dampak sampai ke negeri jajahannya
termasuk Indonesia. Orang-orang liberal berkeyakinan bahwa dengan masuknya
swasta akan membuat ekonomi semakin berkembang dan berdampak pada peningkatan
ekonomi Indonesia. Di bidang ekonomi kelompok yang menganut
sistim ekonomi liberal menuntut hal-hal seperti
Peran Swasta yang longgar, Ekonomi berjalan menurut kekuatan pasar dan
Menentang istem sentralistik dan monopolistic (campur tangan) dari pemerintah
seperti yang dijalankan dalam system tanam paksa, Perjuangan kaum liberal untuk
meningkatkan kesejahteraan di Indonesia membuahkan hasil pada tahun 1870 yang
ditandai dengan masuknya para pemodal
swasta dan munculnya Undang-Undang Agraria 1870.
Kata Kunci : Perkebunan, Jawa Timur , Kolonialisme
A. Perkembangan Perkebunan Di Jawa Timur Pada Periode 1850-1930
Provinsi Jawa
Timur memiliki sumber pendapatan dari berbagai sektor. Salah satunya yaitu
wilayah pertanian dan perkebunan. Misalnya, perkebunan kopi terdapat di Blitar,
Lumajang, kediri, Malang dan bondowoso. Kelapa banyak tumbuh di sepanjag daerah
pantai yang luas. Selain itu juga, Jawa timur juga merupakan salah satu kawasan
industri terbesar di Indonesia.
Berbagai hasil
pertanian diperuntukkan bagi pemenuhan kebutuhan bahan baku dunia industri yang
menyebar di berbagai tempat. Misalnya tembakau dan cengkeh dikirim ke banyak
pabrik rokok besar, seperti malang, kediri, tulungagung dan surabaya. Kemudian
tebu menjadi baha baku dalam pembuatan gula di Tuban, Malang, Bojonegoro dan
Jombang (Bratamidjaja. 1999: 98).
Seperti yang telah
diketahui bahwa, pulau jawa bagian timur, terkenal dengan banyaknya perkebunan.
Terutama perkebunan tebu, hal ini dikarenakan banyaknya pabrik pabrik gula yang
dibangunnya. Selain tebu, di jawa timur juga ada perkebunan perkebunan lainnya
yaitu perkebunan tembakau, teh, kopi, kelapa,
kina dan lain lain. Tanah yang tersedia untuk kegiatan sektor perkebunan di jawa timur ini mencapai
luas sekitar 1600 Ha.
Alasan para
kolonial atau disebut dengan pengusaha partikelir, menanamkan modalnya di Jawa
Timur yaitu suhu yang berada di daerah jawa timur sangatah bervariasi. Wilayah
daratan tinggi dan pegunungan merupakan wilayah bersuhu sejuk hingga dingin
menusuk, misalnya di kawasan gunung mahameru dan bromo. Yang paling penting
daerah pesisir pantura atau yang disebut dengan pantai utara jawa memiliki suhu
tertinggi (Kumendang. 2006: 96).
1.
Undang Undang Agraria 1870
Dengan
berakhirnya tanam paksa maka membawa konsekuensi dalam sektor perkebunan. Hal
ini disebabkan karena semakin terbukanya kesempatan para pemilik modal swasta
barat untuk mempergunakan tanah-tanah penduduk dalam usaha perkebunan. Dalam
hal ini terbukanya kesempatan itu karena adanya undang-undang Agraria 1870
(Agraria Wet). Maka undang-undang itu tertuang dalam Staatbled No.55 tahun 1870
(Nurhajarini, 2009: 17).
Dalam
hal ini Undang-undang agraria dikeluarkan pada tanggal 9 April 1870. Dengan
dikeluarkanya Undang-undang tersebut menjadi peristiwa penting karena menjadi
dasar perkembangan perkebunan swasta di Indonesia pada masa kolonial. Maka melalui
undang-undang itu para pemilik modal swasta mendapat kesempatan luas untuk
menanamkan modalnya dalam usaha perkebunan. Sedangkan mengenai isi dari
undang-undang tersebut diantaranya yaitu:
a. Tanah
milik rakyat tidak dapat diperjualbelikan kepada non pribumi
Hal
ini berarti ada aturan perlindungan bagi penduduk pribumi dalam hal kepemilikan
dan menyewwakan tanahnya kepada orang asing.
b. Tanah
domain pemerintah sampai seluas 10 bau dapat dibeli oleh nonpribumi untuk
keperluan pembangunan areal perusahaan.
Sehingga
dari aturan berarti ada kesempatan bagi orang asing untuk membuka usaha
pertanian (perkebunan) dan perusahaan di Indonesia.
c.
Untuk tanah domain yang lebih luas,
nonpribumi dapat memilikinya melalui sistem hak guna.
Maka
dalam hal ini orang nonpribumi yang membeli tanah hanya berhak menggunakan
tanah tersebut tanpa memilikinya scara utuh. Yang dimaksud disini adalah bahwa
kepemilikan tanah tersebut tidak
selamanya, akan tetapi hanya dibatasi sampai kapan, contohnya saja sekita 50
tahun sejak pembelian. Sehingga dengan diberlakukannya Undang-undang agraria
1870, maka satu alat produk yaitu tanah telah diliberalisasikan.
Hingga
dengan begitu maka terbuka kesempatan seluas-luasnya bagi pihak swasta untuk
membuka perusahaan perkebunan. Sehingga faktor produksi kedua yang harus
dipersiapkan adalah mengenai tenaga kerja. Kesempatan itu menciptakan peluang
bagi petani untuk memasuki peluang tersebut. hal ini terjadi disebabkan karena
tanah-tanah petani telah disewakan sehingga mereka mau tidak mau harus bekerja
diperusahaan perkebunan sebagai buruh.
Namun
dalam praktinya, undang-undang agraria bersifat dualistik (mendua). Yang
maksudnya bahwa bagi orang-orang asing undang-undang agraria berlaku hukum
barat. Hal itu dilakukan untuk menjamin kelangsungan perkembangan perkebunan
swasta milik orang barat. Namun sebaliknya, bagi penduduk pribumi undang-undang
agraris tersebut diberlakukan sebagai hukum adat. Dalam hal ini para pengusaha
swasta dalam mengembangkan perkebunan dapat memperoleh tanah dengan 3 cara diantaranya
sebagai berikut:
a. Erfpacht
(hak sewa turun-temurun)
Bahwa
cara ini dilakukan apabila pemegang hak erfpacht meninggal dunia, sehingga cara
ini tetap berlaku dan beralih kepada ahli warisnya. Hak seperti ini banyak
digunakan di daerah Jawa, Madura maupun pada daerah lainnya. Dalam hal ini
seorang pemilik modal dapat menyewa tanah sampai dengan 75 tahun dan luasnya
bisa mencapai 350 ha (500 bau) kalau memiliki hak erfpacht.
b. Sistem
hak sewa tanah
Sistem hak sewa tanah umumnya
dipakai untuk perkebunan jenis musiman seperti halnya tanaman tebu, tembakau
dan teh. Sehingga jenis-jenis tanaman tersebut yang umumnya ditanam secara
bergantian dengan jenis tanaman lainnya. Selain itu jenis-jenis tanaman
tersebut juga berumur pendek sehingga akan menguntungkan jika memeakai sistem
hak sewa. Mengenai sewa tanah ada yang memiliki jangka panjang yaitu sekitar
21,5 tahun. Disamping itu persewaan tahan jangka panjang, banyak dijumpai di
daerah pabrik gula yang memerlukan tanah sawah yang luas untuk areal penanaman tebu.
Dalam hal ini ada beberapa contoh undang-undang sewa tanah yang penting
diantarnya yaitu:
1) Grondhuur
Ordonnantie
Dalam
undang-undang ini berlaku di Jawa dan juga di Madura, untuk tanah-tanah yang
dapat disewakanmenurut ordonansi adalah sebagai berikut:
1) Tanah
rakyat dengan hak Agrarisch Eigendom.
2) Tanah
rakyat dengan hak milik negara
3) Tanah
desa yang dikerjakan oleh rakyat
4) Tanah
bengkok
Kemudian
mengenai jangka waktu sewa tanah sebagai berikut:
a) Satu
tahun atau satu musim untuk sawah bengkok
b) Tiga
setengah tahun untuk sawah yang bukan bengkok
c) Duabelas
tahun untuk tanah darat yang bukan bengkok
d) Dua
puluh lima tahun apabila tanah rakyat digunakan untuk jalan lori, jalan biasa,
atau saluran irigasi perkebunan.
2) Vorstenlands Grondhuur
Reglement
Vorstenlands Grondhuur
Reglement merupakan Undang Undang sewa tanah yang
hanya berlaku di daerah swapraja, khususnya daerah Yogyakarta dan Surakarta.
3) Konsesi
Dikeluarkan oleh pemerintahan
Belanda pada 1877. Merupakan sewa tanah
yang berlaku di luar Jawa dan Madura.
Penerapan Undang-Undang
Agraria ini dapat kita lihat Seperti di Jawa Timur seperti Kota Malang telah
berkembang secara signifikan sejak telah diterapkannya liberalisasi di kawasan
Hindia Belanda dengan UU agraria dan Undang Undang Gula tahun 1870. Akibat dari
itu maka, para pemodal swasta diberi kebebasan untuk menanamkan modalnya di
kawasan Hindia Belanda termasuk wilayah malang. Isi dari undang undang Agraria
sendiri yaitu pada pokoknya memberi kesempatan kepada pihak swasta (partikelir)
untuk menyewa tanah selama 75 tahun yang digunakan untuk perkebunan. Oleh
karena itu, berdirilah perkebunan perkebunan swasta di berbagai daerah di Jawa
. (basundoro. 2009: 239)
Undang-undang
penyewaan tanah petani kepada perkebunan dimuat dalam Indische Staatblad 1871
No 163. Ketentuan yang terdapat dalam Indische Staatblad 1871 No 163 adalah
tanah milik pribadi dapat disewa selama 20 tahun. Hal itu berbeda dengan tanah
yang dimiliki perorangan secara turun-temurun yang dapat disewakan selama lima
tahun. Dalam hal ini tanah yang dikuasai berdasarkan sistem kepimilikan komunal
dapat disewakan selama yang menguasainya masih bersedia, tetapi tidak boleh
lebih dari lima tahun. (Nurhajarini, 2009: 17). Sehingga dalam setiap penyewaan
tanah, maka segala beban pajak dan kewajiban kerja yang berkaitan dengan tanah
yang disewakan menjadi beban atau tanggung jawab petani yang menyewakan.
Maka
ketentuan itulah yang menyebabkan petani menderita kerugian. Penyebabnya adalah
uang sewa yang diterima petani masih dipotong untuk membayar pajak. Sehingga
petani juga masih harus menyediakan waktu untuk kerja di perkebunan. Disisi
lain pada tahun 1879 ketentuan dalam penyewaan tanah ditambah satu pasal lagi
yaitu perkebunan dilarang memberi uang panjar untuk lebih dari satu tahun.
Sehingga peraturan tersebut membuka jalan bagi
para pengusaha perkebunan tebu untuk menyewa tanah-tanah milik perorangan. Maka
dalam praktiknya perkebunan tebu tidak membuat kontrak sewa-menyewa scara
perorangan tetapi scara berkelompok. Maka dengan demikian tanah-tanah yang
disewakan adalah sawah yang paling cocok untuk mengembangkan penanaman tebu dan
umumnya tanah yang subur dengan pengairan yang baik.
2.
Hal-Hal Penting Yang Harus
Diperhatikan Dalam Proses Perkebunan
a. Proses
Perizinan
Di
dalam proses perkebunan terdapat banyak sekali syarat-syarat untuk mencapai
suatu perkebunan Misalnya saja di daerah Jember, seorang pemilik modal yang
bernama Birnie mengajukan ijin kepada pemerintah kolonial yang pada saat itu
membuka onderneming tembakau di daerah Jenggawa. Akhirnya mendapatka hak
Erfpacht untuk perkebunan tembakau selama 75 tahun.
Maka
dalam hal ini maksud dari contoh pengertian di atas yaitu pada pasal 1
Agrarische Besluit yang memuat pernyataan yang dikenal dengan “Domein
Verklaring” (pernyataan kepemilikan) yang artinya dengan tidak mengurangi
berlakunya ketentuan pasal 3 dan 3 Agrarische Wet, tetap dipertahankan bahwa
semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan hak eigondomnya adalah
domein (milik) negara.
Sehingga
asas Domein (domein beginsel) atau pernyataan domein berdasarkan Pasal 20
Agrarische Besluit hanya diberlakukan di Jawa dan Madura. Dengan Stb. 1875 No.
119 a, pernyataan domein itu diberlakukan juga untuk daerah luar Jawa dan
Madura (diakses pada tanggal 23 oktober 2013. Online wikipedia).
Maka
dengan demikian pernyataan yang dimuat dalam Stb. 1870 No. 118 dan Stb. 1875
No. 119a itu bersifat umum (Algemene Domein Verklaring). Di samping itu, juga
ada pernyataan domein yang berlaku khusus (Speciale Domein Verklaring). Maksud
pernyataan domein khusus tersebut adalah untuk menegaskan agar tidak ada
keraguan bahwa satu-satunya penguasa yang berwenag untuk memberikan tanah-tanah
yang dimaksudkan itu kepada pihak lain adalah pemerintah. Pernyataan domein
khusus berlaku bagi daerah Sumatra diatur dalam Stb. 1874 No. 94f, Manado dalam
Stb. 1877 No. 55, dan untuk Kalimantan Selatan/Timur dalam Stb. 1888 No. 58.
Dengan
adanya pernyataan domein, maka tanah-tanah di Hindia Belanda (Indonesia) dibagi
menjadi dua jenis, yaitu: Vrijlands Domein atau tanah negara bebas, yaitu
tanah yang di atasnya tidak ada hak
penduduk bumi putera. Dan yang kedua Onvrijlands Domein atau tanah negara tidak
bebas, yaitu tanah yang di atasnya ada hak penduduk maupun desa (diakses pada tanggal
23 oktober 2013. Online wikipedia). Sesungguhnya proses perizinan juga penting
salah satunya untuk menjamin kepastian hukum dari suatu Usaha Perkebunan.
b. Kondisi
Lahan
1. Lokasi
untuk kebun tidak harus khusus
2. Iklim
yang sesuai
3. Tanah
kering
4. Tanah
cocok untuk proses menanam tanaman kebun, maka hal ini sudah cukup untuk proses
kelangsungan perkebunan.
c. Ciri-ciri
sistem perkebunan besar diantaranya sebagai berikut:
a) Berorientasi
pada pasar
b) Padat
modal
c) Sistem
pertanian besar (organisasi dan luas areal)
d) Menyerap
banyak tenaga kerja.
B. Jenis Perkebunan Yang Ada Di Jawa Timur
Pada Periode 1850-1930
1.
Perkebunan Tebu
Tanaman Tebu
merupakan tanaman untuk pembuatan bahan baku gula. Tanaman ini tumbuh di daerah
beriklim tropis. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen kira kira
mencapai 1 tahun lebih (online. Wikipedia). Sebelumnya, di jawa timur sendiri
terkenal dengan banyaknya pabrik gula.
Selain itu juga,
memiliki banyak lahan yang luas. Lahan lahan tersebut banyak ditanami tanaman
yang sangat diperlukan oleh para kolonial. Misalnya kopi, tebu, teh, nila dan lain
lain. Serta yang paling banyak ditanami yaitu perkebunan tebu. Berikut daerah
daerah yang banyak ditanami tebu yaitu, daerah malang, tulungagung, daerah
jember, daerah madiun dan lain lain.
Awal mulanya
yaitu saat para colonial membutuhkan dana dan kebutuhan dalam perdagangan yang
dinaungi oleh VOC. Jadi para colonial tersebut mencari lahan yang cocok untuk
ditanami tanaman tanaman yang menguntungkan. Pada abad XVIII. Yang dimulai
dengan adanya campur tangan dari
pemerintah VOC ke dalam pemerintahan di Jawa. Kemudian di Indonesia sendiri, memasuki sistem tanam paksa dan liberalisasi
ekonomi. Bersamaan dengan itu juga, di
pulau Jawa telah menjadi daerah perkebunan yang besar. Yaitu di daerah madiun,
Pasuruan, surabaya, dan besuki juga menjadi daerah perkebunan tebu.
Dengan adanya
banyak perkebunan tebu, maka banyak juga pabrik pabrik gula. Pabrik gula ini
mulai bermunculan setelah dimulainya era liberalisme pada masa penjajahan
Hindia Belanda (1870), yang dimulai dengan perkenalannya hak sewa tanah untuk
penggunaannya selama 70 tahun.
Perkebunan tebu
merupakan tahapan yang pertama dari industri gula. Untuk menjadikannya gula
yang dapat diperjual belikan dan digunakan oleh konsumen yang diperlukan pabrik
tebu. Kebanyakan pabrik pabrik tebu di Jawa diusahakan oleh para pihak-pihak
swasta atau yang disebut dengan partikelir. Berikut daftar pabrik gula yang
berada di Jawa Timur. (fahrunisah. 2013)
No
|
Daerah
|
Nama
pabrik gula
|
1
|
Situbondo
|
PG Asembagus
|
PG De Maas
|
||
PG Olean
|
||
PG Pandji
|
||
PG Wringianom
|
||
2
|
Probolinggo
|
PG Wonolangan
|
PG Pajarakan
|
||
PG Gending
|
||
3
|
Sidoarjo
|
PG Candi
|
PG Krembung
|
||
PG Tulangan
|
||
4
|
Madiun
|
PG Sudono (soedhono),
|
PG Rejo Agung
|
||
PG Pagottan
|
||
5
|
Jombang
|
PG Cukir (Tjoekir)
|
PG Jombang Baru
|
||
6
|
Malang
|
PG Kebon Agung
|
PG Krebet baru I dan II
|
||
7
|
Magetan
|
PG Rejosari
|
PG Purwodadi
|
||
8
|
Bondowoso
|
PG Prajekan
|
9
|
Pasuruan
|
PG Kedawung
|
10
|
Kediri
|
PG Ngadirejo
|
PG Merican
|
||
11
|
Tulungagung
|
PG Mojopanggung
|
12
|
Mojokerto
|
PG Gempol kerep
|
13
|
Jember
|
PG Semboro
|
Berikut daftar distribusi
regional produksi gula swasta 1860 (satuan pikul)
No
|
Wilayah
|
Distribusi
produksi gula swasta 1860
|
1
|
Pasuruan
|
220558
|
2
|
Surabaya
|
213461
|
3
|
Batavia
|
146342
|
4
|
Cirebon
|
123942
|
5
|
Jepara
|
85990
|
6
|
Probolinggo
|
85242
|
7
|
Surakarta
|
80973
|
8
|
Tegal
|
62000
|
9
|
Pekalongan
|
55500
|
10
|
Karawang
|
53500
|
Maksud dari gambar tabel
daftar sebuah distribusi regional produksi gula swasta 1860, ini terlihat bahwa
wilayah jawa timur sangat terkenal dengan banyaknya perkebunan tebu dan pabrik
gulanya. Di daerah Jawa Timur sendiri mempunyai jumlah produksi gula terbanyak
yaitu di daerah Surabaya dan Pasuruan.
2.
Perkebunan tembakau
Tanaman tembakau
sendiri sudah menjadi komoditi andalan selama berates tahun yang diusahakan di
Indonesia. Sebagai tanaman yang bersifat fancy product, tembakau mempunyai
nilai ekonomi yang tinggi. Akan tetapi tanaman ini banyak mengandung resiko
yang besat bagi petani maupun perusahaan.yang dimulai dari penanaman,
memprosesnya sampai dengan pemasarannya. Di Indonesia sendiri menempati peringkat
ke 7 sebagai Negara produsen tembakau dengan kapasitas kira kira 165 ribu ton.
(istiwahyuti. 2013)
Di
Jember pada zaman kolonial termasuk karesidenan Besuki yang meliputi kabupaten
Jember, Banyuwangi, Bondowoso dan Situbondo. .Perkebunan tembakau terbesar di
jawa timur terletak di Jember. Hal ini dikarenakan, jember dianugerahi tanah
yang subur, serta dikelilingi pegunungan dan bentang alam yang berbukit bukit.
Kebanyakan di jember ini dibanjiri oleh para pendatang dari daerah jawa yaitu Mataram
dan madura.
Akibat
dari tanah yang subur tersebut, maka pada tahun 1858 George Birnie dari Belanda
membuka lahan untuk penanaman besar besaran tembakau Na Oogst (NO) (Lukito.-.
109). Bersama dengan Mathiesen dan Van
Gennep mendirikan NV Landbouw Maatschappij Oud Djember (LMOD) pada tanggal 21
Oktober 1859. Yang berlokasi di Adjong.
Sebagai
pemilik modal, Birnie mengajukan ijin kepada pemerintah kolonial pada saat itu
untuk membuka Onderneeming (perusahaan perkebunan) tembakau di daerah
Jenggawah. Kemudian pada tahun 1870 melalui Agrariche Besluit (AB). Birnie
mendapatkan hak erfpacht, untuk perkebunan tembakau selama 75 tahun. Sedangkan
pengelolaannya dipegang oleh badan hukum milik pemerintah yaitu Landbouw
Matschapij Ould Djember (NV. LMOD). ijin pengelola LMOD akan berakhir pada
tahun 1945.(Lukito.-.110). Masa kejayaan perusahaan perkebunan terjadi pada
dasawarsa 1920 sampai tahun 1931. Saat itu perusahaan perkebunan tembakau
partikelir di Jember mampu mengekspor hingga 302.900 bal tembakau.
(Lukito.-.109)
Mengetahui
bahwa Jember sangat menguntungkan para pemodal asing yang ikut membuka tanaman
perkebunan besar ini seperti tembakau. Maka banyak para pemodal asing yang dari
berbagai belahan dunia untuk ikut dalam menanamkan modalnya ke lahan lahan di
daerah Jember. Keadaan tersebut berjalan sampai Hindia Jepang dalam perang
pasifik.
Gambar: tempat penjemuran tembakau pada tahun 1915 di jawa timur
3.
Perkebunan Teh
Perkebunan ini merupakan perkebunan yang ketiga dalam
komoditas perkebunan ini. Di Jawa timur, perkebunan teh ini berada di Lawang
tepatnya di kab Malang yang luasnya sekitar 1.737 hektar. Di perkebunan teh di
lawang ini juga tersedia pabrik tehnya. Kemudian, di Jember ada juga perkebunan yang
bernama teh gunung gambir yang terletak di 48 Km arah timur laut. Perkebunan
berdiri sejak tahun 1918 dan berada pada ketinggian 900 M dari permukaan laut.
Perkebunan teh di Gunung Gambir ini terletak di lereng gunung Argopuro (Jember
toursme.2012).
4.
Perkebunan Kopi
Di jawa bahkan tempat pertama penanaman kopi di Indonesia
yaitu pada tahun 1699. Di Jawa Timur sendiri ada keenam kawasan perkebunan kopi
yaitu Kabupaten Jember, Bondowoso, Banyuwangi, Situbondo : Ijen, Raung,
Argopuro; Kabupaten Lumajang, Malang, Probolinggo : Bromo, Tengger, Semeru;
Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang : Gunung Kelud ; Kabupaten Madiun, Kediri,
Trenggalek : Wilis ; Kabupaten Magetan, Ngawi: Lawu; Kabupaten Situbondo dan
Probolinggo : Kawasan Pantura.. Di wilayah malang luas lahan perkebunan kopi
sekitar 15.006 hektar.
Di daerah Bondowoso ada perkebunan kopi Jampit, yang dikelola
oleh PTP Nusantara VII kalista Jampit. Sekitar tahun 1899 Algemeen koffie Sydicaat in Nederlandsch Indie, perkumpulan pemilik perkebunan didirikan di Malang. Pada tahun 1900, bibit kopi
robusta masuk ke Jawa dari I'Horticole Coloniale Brussel, yang ditanam di perkebunan Sumber Agung
dan kalibakar malang Jawa Timur.
Gambar : Koffiedroogbakken
op een onderneming bij Malang
(perkebunan
kopi di malang : circa 1920).
Selain, perkebunan perkebunan
diatas, di jawa timur juga ditanami perkebunan lainnya. Seperti Kina, kelapa,
kapas, karet, ubi kayu.
C. Dampak Perkembangan Perkebunan Terhadap
Pembangunan Jawa Timur Pada Periode 1850-1930
Adapun dampak yang dihasilkan oleh
perkembangan perkebunan terhadap pembangunan Jawa Timur pada akhir 1930an
antara lain.
1.
Transportasi
Untuk mendukung kelancaran penanaman modal di
Malang, maka pada tahun 1879 dibangunlah jalur kereta api antara
Surabaya-Malang. Dengan dibangunnya infrastruktur transportasi modern ini, maka
Kota Malang menjadi semakin terbuka terhadap dunia luar. Hubungan yang terjadi
tidak hanya bersifat bersifat regional tetapi sudah bersifat internasional.
Barang-barang hasil perkebunan di daerah ini bisa
merambah ke pasar-pasar dunia. Kemudahan transportasi tersebut juga telah
menyebabkan mudahnya orang-orang dari luar masuk ke Kota Malang, utamanya
orang-orang Eropa. Mereka adalah para pengusaha yang menanamkan modalnya di
wilayah Malang dan sekitarnya, utamanya dalam sektor perkebunan (Basundoro,
2009 : 239-240).
Pembangunan
jalur-jalur kereta api di Jawa tersebut kemungkinan merupakan salah satu cara
dari Pemerintah Kolonial Belanda untuk memperlancar arus lalu lintas jalan dan
perdangangan melalui transportasi kereta api. Serta kemungkinan untuk
memperlancar mobilitas mereka di Jawa, karena Jawa juga merupakan pusat atau
dianggap sebagai pulau yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Selain kereta
api, transportasi yang digunakan untuk memperdagangkan hasil kebun juga bisa
mealui pelabuhan.
Perdagangan hasil kebun tersebut sebagian
besar dikuasai oleh para bangsawan. Perdagangan antar pulau di Indonesia yang
menjual hasil dari kebun membuat banyak wilayah memiliki pelabuhan-pelabuhan
yang cukup ramai. Contoh pelabuhan di Jawa yaitu Jepara, Pasuruan, Gresik,
Tuban, Lasem, dan sedayu.
2.
Pembangunan
Kota
Perkebunan banyak dikelola oleh
swasta. Orang-orang Eropa yang memiliki lahan di Indonesia khususnya Jawa ada
yang hanya menanamkan modal ada juga yang ikut bekerja menanam langsung tanaman
tersebut. Dengan adanya perkebunan tersebut menyebabkan orang-orang Eropa yang
kaya ini banyak membutuhkan tempat atau kota untuk bersantai setelah mereka
bekerja di daerah perkebunan, maupun di daerah perkotaan pantai Utara Jawa yang
berhawa panas.
Dengan adanya jalur kereta api yang menghubungkan kota satu dengan kota
lainnya di daerah perkebunan, serta menghubungkan pabrik-pabrik dengan
pelabuhan akan membuat kota menjadi ramai. Lokasi-lokasi di sekitar kawasan
stasiun pasti kemudian akan memperhatikan jaringan transportasi. Situasi ini
merangsang munculnya kegiatan-kegiatan ekonomi seperti rumah makan, penginapan,
pasar, dan pertokoan ( Mahendrani, 2013).
Banyaknya
perkebunan yang mengelilingi kota malang telah menjadikan sebuah kota yang
modern. Bersamaan dengan hal tersebut, didirikan pula pemukiman pemukiman untuk
para pemilik dan pengelola perkebunan. Seperti, semacam rumah sakit, pusat
militer, tenaga listrik dan perbankan.pada tahun 1920, ada jaringan
transportasi di kota malang perlahan lahan mulai diperbaiki. Pola jalan di kota
malang, cukup teratur dengan alun alun sebagai pusat distribusi ke berbagai
bagian kota.
Orang dapat
mudah mencapai seluruh bagian kota dan juga ke luar kota. Jaringan kereta api
antarv kota sudah memasuki kotya malang sejak 1879, yaitu jurusan Surabaya dan
malang. Sebelum kemerdekaan, jalur tersebut hanya dilayani oleh 4 buah kereta
api, dua buah berangkat dari Surabaya dan 2 buah dari malang. Lama perjalanan
dari Surabaya dan malang pada waktu itu 2 jam 40 menit dengan kereta api cepat,
dan 4 jam dengan kereta api biasa. Stasiun kereta api terletak di Stasionweg (Basundoro. 2009: 242).
3.
Sosial
Pada masa kolonial, Eropa berkedudukan sebagai
lapisan atas berdasarkan peranannya sebagai pengambil kekuasaan, penanaman
modal, dan pengelola. Dalam menjalin hubungan industrial, pihak Eropa memakai
tenaga pembantu (asisten) dan pengawas (opzichter). Para tenaga buruh yang pada
jamannya juga disebut kuli, dikelompokkan dalam regu-regu (ploeg) yang
masing-masing diawasi oleh seorang mandor.
Disini terlihat struktur sosial masyarakat
perkebunan dan struktur kekuasaan beserta hierarkinya. Mengingat bahwa
lingkungan serta suasana pekerjaan bercirikan daerah frontier, maka
tuntutan produktivitas perusahaan hanya dpat dipenuhi apabila ada kekuasaan
yang dapat menanam disiplin kerja yang ketat untuk menjamin eksploitasi yang
kontinu serta intensif. Jelaslah bahwa bahwa dalam kondisi itu kekuasaan
otokratis atau otoritarianismelah yang mampu mendisiplinkan tenaga kerjanya.
Baik sejarah perkembangan perkebunan, maupun kontek kolonialnya mendorong
tumbuhnya kekuasaan jenis itu.
Sistem kekuasaan pengusaha perkebunan ternyata
dilaksanakan dengan banyak memakai kekerasan. Golongan buruh tidak berdaya
apa-apa, meskipun telah adakoeli-ordonantie. Peraturan ini ternyata lebih
melindungi dan menjamin kepentingan pengusaha akan penyediaan tenaga kerja
daripada kepentingan kaum buruh. Di satu pihak tidak ada hak berasosiasi pada
mereka, sedang di pihak lain tidak terdapat sistem kontrol lain yang melindungi
kaum buruh.
Dalam pada itu pihak pemerintah bersikap lunak atau
acuh-tidak-acuh terjadi di perkebunan. Dengan demikian mudah timbuk
kecenderungan ke arah otokrasi. Tidak mengherankan apabila kekuatan
sanksi-sanksi akan pelanggaran kontrak dan disiplin kerja didukung oleh
“terorisme” dalam berbagai bentuknya.
4.
Ekonomi
Di daerah permukiman perkebunan menonjol kontras
antara daerah kediaman bangsa Eropa dengan perkampungan kaum pribumi. Jenis
bangunan, arsitekturnya, formatnya, kemudahannya, dan lain sebagainya, semuanya
menampilkan bahwa penghuni berstatus tinggi disitu. Tuan besar (administrateur)
dan tuan-tuan kecil (opzichter dan asisten “bersemayam” di rumah-rumah
gedung yang memenuhi persyaratan kesehatan dilengkapi segala macam kemudahan.
Komunitas Eropa merupakan “enclave” di lingkungan pemukiman perkebunan. dalam mencari hiburan
dan bentuk-bentuk rekreasi lainnya, kaum Eropa berkumpul
di societeit atau disingkatsoos, antara lain untuk minum-minum,
dansa-dansi, main kartu, bilyar, dan lain sebagainya. Sebagai lapisan atas
mereka memandang rendah golongan pribumi dan kontak terbatas pada hubungan
kerja.
Dalam hal ini ada tambahan catatan, ialah bahwa
karena kekurangan wanita Eropa di lingkungannya, maka golongan Eropa yang masih
rendah kedudukannya (opzichter dan asisten) tidak jarang mengambil seorang
wanita pribumi sebagai nyai atau gundik. Mereka memakai hak
istimewa yaitu hak untuk memilih wanita yang baru didatangkan dari Jawa atau
tempat lain. Kebanyakan hubungan itu tidak dikukuhkan sebagai hubungan
perkawinan. Dapatlah hubungan diputuskan menurut kemauan si tuan kecil. Perlu
diingat bahwa cukup banyak diantara golongan ini yang datang
sebagai fortuin zoekers, pencari harta, maka sebagian besar dari mereka
termasuk pengembara dan tidak menjadi menetap.
Mereka dihinggapi oleh ego-sentrisme yang menutup
mata mereka terhadap lingkungan masyarakat non-Eropa yang memeras keringat
untuk mencari nafkah, penderitaan para pekerja yang turut membuahkan
penghasilan para tuan. Di sini kita juga menjumpai contoh dualisme dibidang
ekonomi. Di banding dengan gajih golongan Eropa, upah para kuli adalah upah
kelaparan, padahal pekerjaan yang dilakukan amat berat, seringkali diharuskan melembur pada malam hari
dengan memakai lampu.
Memang
salah satu sendi keuntungan besar perusahaan perkebunan ialah tenaga kerja yang
banyak dan murah. Faktor ini merupakan faktor penting dalam ongkos eksploitasi
yang plus, maka sewaktu menghadapi krisis dalam tahun 1930-an, merosotnya harga
komoditi di pasar dunia, cara mempertahankan produksi dan menekan ongkosnya,
tidak lain ialah mengurangi upah kuli dan di mana mungkin memecat mereka.
Dalam
kondisi hidup yang serba berat, secara fisik para pekerja dieksploitasi secara
maksimal, tingkat upah minimal, maka taraf hidup amat rendah. Dalam keadaan itu
orang hendak menghibur diri dengan berjudi, menghisap madu, melacur, kesemuanya
menjerumuskannya ke dalam ikatan-pinjaman, kemerosotan kesehatan dan
kesejahteraan.
Banyak mandor dan tandil yang memanfaatkan
keadaan kuli itu dengan memberi pinjaman yang “mencekik”, menjual barang dengan
harga lebih tinggi, atau dengan membayar secara angsuran. Banyak kuli yang
terjebak ke dalam jerat pinjaman, karena dipandang menguntungkan perusahaan
perkebunan, kuli-kuli itu akan lebih terikat pada pekerjaan di perkebunan.
Dampak lain ialah bahwa ikatan perkawinan tidak
terlalu ketat, pada wanita ada lebih banyak kebebasan dalam pergaulan dengan
pria, meskipun sudah kawin. Dalam jenis “perdagangan” semacam ini wajar pula
bahwa pelayanan mendahulukan pembayaran yang tinggi. Tidak mengherankan apabila
penyakit kelamin mulai tersebar luas dalam masyarakat itu (Fahrunisah, 2013).
5.
Pendidikan
Salah satu dampak dari perkebunan yaitu pada bidang
pendidikan. Pendidikan pada masa colonial ini, sangat penting. Hal ini
dikarenakan untuk meningkatkan hasil perkebunan di daerah pulau jawa terutama
Jawa Timur. Selain itu juga kemungkinan untuk menguntungkan pada pihak para
kolonial. Seperti di setiap Gubernur
Jendaral pada penobatannya berjanji dengan hidmat bahwa ia akan memajukan
kesejahteraan hindia Belanda dengan segenap usaha prinsip yang masih
dipertahankan pada tahun 1854 ialah bahwa hindia Belanda sebagai “negeri yang
direbut harus terus memberi keuntungan kepada negeri belanda sebagai tujuan
pendidikan itu. Sekolah pertama bagi anak Belanda dibuka di Jakarta pada tahun
1817 yang segera diikuti oleh pembukaan sekolahdikota lain di Jawa (Anan, -).
Pada
pendidikan, pemerintah Belanda mendirikan sekolah sekolah gaya barat untuk
kalangan pribumi. Akan tetapi keberadaan sekolah sekolah ini, ternyata tidak
menjadi sebuah sarana pada pencerdasan masyarakat pribumi. Pendidikan yang
disediakan Belanda yang ternyata hanya sebatas mengajari para pribumi
berhitung, membaca, dan menulis. Setelah lulus dari sekolah, mereka yaitu para
pribumi yang sekolah, dipekerjakan sebagai pegawai kelas rendah untuk kantor
kantor Belanda (Septyoko, 2008:4).
Sekolah pertama bagi anak Belanda dibuka di Jakarta
pada tahun 1817 yang segera diikuti oleh pembukaan sekolah di kota lain di
Jawa. Prinsip yang dijadikan pegangan tercantum di statuta 1818 bahwa sekolah-sekolah
harus dibuka ditiap tempat bila diperlukan oleh penduduk Belanda dan di izinkan
oleh keadaan. Gubernur Jendral Van der Capellen (1819-1823) menganjurkan
pendidikan rakyat dan pada tahun 1820 kembali regen-regen di instruksikan untuk
menyediakan sekolah bagi penduduk untk mengajar anak-anak membaca dan menulis
serta mengenal budi pekerti yang baik. Anjuran Gubernur Jendral itu tidak
berhasil untuk mengembangkan pendidikan oleh regen yang aktif.
Untuk mengatur dasar-dasar baru bagi pengajaran bumi
putra, keluarlah indisch staatsblad 1893 nomor 125 yang
membagi sekolah bumi putra menjadi dua bagian:
1. Sekolah-sekolah
kelas I untuk anak-anak priyai dan kaum terkemuka.
2. Sekolah-sekolah
kelas II untuk rakyat jelata.
Secara umum sistem pendidikan khususnya system
persekolahan didasarkan kepada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan
(kelas) social yang ada dan menurut golongan kebangsaan yang berlaku waktu itu.
a. Pendidikan
Rendah (Lager Onderwijs)
1) Sekolah
rendah dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.
a) Sekolah
rendah Eropa, yaitu ELS (Europese Lagere school). Lamanya sekolah
tujuh tahun 1818.
b) Sekolah
Cina Belanda, yaitu HCS (Hollands Chinese school). Pertama didirikan pada tahun
1908 lama sekolah tujuh tahun.
c) Sekolah Bumi putra Belanda HIS (Hollands
inlandse school). Lamanya sekolah tujuh tahun dan pertama didirikan pada tahun
1914.
b. Pendidikan
lanjutan atau Pendidikan Menengah
1) MULO (Meer Uit gebreid lager
school), sekolah tersebut adalah kelanjutan dari sekolah dasar yang berbasa
pengantar bahasa Belanda. Sekolah ini pada tahun 1903 telah didirikan kursus
MULO untuk anak-anak Belanda, lamanya dua tahun.
2) AMS (Algemene Middelbare School).
Lama belajarnya tiga tahun dan yang petama didirikan tahun 1915.
3) HBS (Hoobere Burger School) atau
sekolah warga Negara tinggi adalah sekolah menengeh kelanjutan dari ELS.
Didirikan pada tahun 1860.
4) Pendidikan Kejuruan (vokonderwijs )
6.
Politik
Suatu
politik yang didominasi oleh golongan yang berkuasa dan tidak didorong oleh
nilai nilai etis untuk membina kematangan politik dan kemerdekaan pada masa
tanah penjajahannya. Berikut ada beberapa cirri umum politik pendidikan
Belanda. Menurut Prof. Dr. S. Nasution mengemukakan enam ciri
umum politik pendidikan Belanda, yaitu:
a. Dualisme.
Dualisme dalam pendidikan dengan
adanya sekolah untuk anak Belanda dan untuk yang tak berada, sekolah yang
memberi kesempatan melanjutkan dan tidak memberi kesempatan.
b. Gradualisme
Gradualisme dengan mengusahakan
pendidikan rendah yang sederhana mungkin bagi anak Indonesia dan memperlambat
lahirnya sekolah untuk anak Indonesia.
c. Prinsip
Konkordansi
Prinsip yang memaksa semua sekolah
berorientasi barat mengikuti model sekolah Nederland dan menghalangi
penyesuaiannya dengan keadaan Indonesia.
d. Control
sentral yang kuat
Yang menciptakan birokrasi yang
ketat yang hanya memungkinkan perubahan kurikulum dengan persetujuan para
pembesar di Indonesia maupun di negeri Belanda.
e. Tidak
adanya perencanaan pendidikan yang sistematis
Menyebabkan pemerintah mengadakan
percobaan dengan berbagai macam sekolah menurut keadaan zaman.
f. Pendidikan
pegawai sebagai tujuan utama sekolah.
Penyelenggaraan dan penerimaan
murid didasarkan atas kebutuhan pemerintah Belanda dalam tenaga kerja.
(Zafar,
2010).
Kesimpulan
Jawa
Timur mengelami perkembangan yang sangat pesat dalam proses pembangunan terkait
berkembangnya perkebunan yang merangsang tumbuhnya sektor-sektor penting.
Perkebunan dengan jumlah produksi yang tinggi membuat pemerintah Belanda
membuat jalan jalan serta jalur rel kereta api yang meghubungkan daerah daerah
industry. Selain untuk industry jalan ini juga dapat menjadi akses bagi para
pekerja luar yang ingin masuk menuju pusat-pusat perkebunan untuk mencari pekerjaan. Kota-kota perkebunan berkembang pesat di Jawa
Timur seiring meningkatnya aktivitas serta investasi seperti banyaknya tenaga
kerja yang terserap membuat factor pendukungnya meningkat pula seperti pasar
serta pemukiman. Pendidikan juga berkembang karena adanya tuntutan dari
kebutuhan pekerja yang terdidik
DAFTAR RUJUKAN
Anan.
Online. (http://www.slideshare.net/anannur/pendidikan-di-indonesia-pada-masa-penjajahan). Diakses pada
tanggal 23 Oktober 2013.
Basundoro,
Purnawarman.2009. Dua Kota Tiga Zaman
Surabaya dan Malang Sejak Kolonial Sampai kemerdekaan. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.
Bratamidjaja, Rachmat.1999. ensiklopedia
Indonesia seri geografi Edisi Baru Indonesia. Jakarta : PT Ikrar Mandiriabadi
Fahrunisah. 2013. Perkebunan swasta masa kolonial. online.(http://sejarahsemesta.blogspot.com/2013/01/perkebunan-swasta-masa-kolonial.html.
zulfah fahrunisah.2013). Diakses
tanggal 23 Oktober 2013.
Jember tourisme. 2012. Eastjava. Jember ina
tea agro. Online.(www.eastjava.com/tourism/jember/ina/tea-agro.html). Diakses tanggal 22 oktober 2013
Istiwahyuti. 2013. Menggenggam Asa Tembakau Si DAun Emas. Online.
.istiwahyuti.wordpress.com/2013/02/28/menggenggam-asa-tembakau-si-daun-emas. Diakses
tanggal 23 Oktober 2013.
Online. -. Perkebunan litbang. (http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/?p=3441). Diakses tanggal 23 Oktober 2013.
Kumendang, F. G. & G. Bani. 2006. Muatan
Lokal Ensiklopedia Geografi Indonesia Mengenal 33 provinsi di Tanah Air.
Jakarta : PT Lentera Abadi.
Lukito, D.B. & Karyanto, B. T.-. Pemetaan Partisipatif : “Panduan”
Penyelesaian Konflik dan Sengketa Agraria Di Jember. PDF.
Septyoko,
Pulung. 2008. Pendidikan Sekarang. Online.(http://pikokola.files.wordpress.com/2008/11/pendidikan-masa-kolonial-dan-sekarang.pdf).
Di akses pada tanggal 23 Oktober 2012.
Mahendrani,
C. R. 2013. Online. (http://cleorabbit.blogspot.com/2013/02/sejarah-stasiun-kereta-api-di-indonesia_20.html). Diakses pada tanggal 22 Oktober 2013.
Nurhajarini,
D.R. 2009. Sejarah Perkebunan di
Indonesia. Klaten: Penerbit Cempaka Putih.
www.Image-KITLV. Nl. Diakses tanggal 23
Oktober 2013.
indonesia-pada-masa-penjajahan-belanda/ ). Diakses pada tanggal 22 Oktober
2013
No comments:
Post a Comment